Dianggap Mingi, Bayi Di Ethiopia Dijadikan Santapan Buaya
Djemzware - Di beberapa wilayah di Asia dan Afrika, kita masih sering menjumpai banyak sekali hukum-hukum adat yang begitu kejam. Salah satu adat istiadat yang dianggap sangat kejam bisa kita jumpai di Ethiopia. Di negara yang berada di benua Afrika ini, ada sebuah adat yang dipegang teguh oleh para penduduknya terkait dengan bayi yang dianggap Mingi, pembawa sial. Dalam adat di Ethiopia, seorang bayi yang memiliki ciri-ciri Mingi harus segera dibunuh. Salah satu cara membunuh bayi Mingi yang bayak dipraktekkan di Ethiopia adalah dengan membuang bayi tersebut ke dalam sungai yang penuh buaya.
Seperti dilansir dari Dailymail, salah satu wanita yang harus rela kehilangan anaknya akibat tradisi tersebut adalah Buko Balguda (45 tahun) yang berasal dari desa suku Karo, Omo Valley, Ethiopia. Bukan hanya kehilangan 1 tau 2 bayi, ia harus merelakan 15 bayinya dianggap sebagai Mingi dan harus dibunuh untuk melindungi seluruh desa. "Saya memiliki tujuh bayi laki-laki dan delapan bayi perempuan. Di masa itu, tradisi suku kami masih sangat keras. Saya menghormati tradisi ini, sehingga membiarkan mereka membunuh anak-anak saya," ujar Buko.
"Dulu saya menuruti kemauan kepala suku karena tidak punya pilihan. Namun sekarang, setiap kali melihat wanita melahirkan dan memberikan susu untuk bayinya, saya sangat menyesal. Saya merasa kesepian. Tidak ada anak yang ada di sisi saya," lanjut Buko. Setiap tahunnya diperkirakan setidaknya 300 bayi harus mati sia-sia karena dianggap Mingi. Kini, Buko dan banyak lagi penduduk suku di Ethiopia mulai menganggap tradisi ini sesuatu yang sangat kejam dan harus ditinggalkan.
Lantas mengapa seorang bayi bisa dianggap Mingi di Ethiopia? Ada beberapa kriteria yang menyebabkan seorang bayi dianggap Mingi, antara lain bayi yang lahir tanpa izin ketua adat, bayi kembar, bayi dengan cacat fisik, bayi yang gigi pertamanya tumbuh di rahang atas (berlaku juga untuk anak-anak yang gigi susunya lepas), serta anak yang lahir dari ayah yang tidak berhasil melakukan tradisi lompat kerbau sebelum menikah.
Jika ketua adat telah mengatakan seorang bayi sebagai Mingi, maka bayi itu harus segera dibunuh. Bayi-bayi ini dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Selain dilemparkan ke sungai yang penuh buaya, cara lain yang banyak dipraktekkan adalah dengan meninggalkan bayi tersebut di rawa-rawa dan membiarkannya hingga mati karena kelaparan atau disantap oleh hewan buas.
Kini pemerintah Ethiopia menyatakan sudah melarang praktek kejam ini. Meski demikian, masih banyak suku-suku di Ethiopia yang tetap membunuh bayi-bayi yang dianggap Mingi. Untuk membantu menekan jumlah korban, lembaga-lembaga sosial dan panti asuhan di Ethiopia bahkan bersedia menampung bayi-bayi yang dianggap Mingi untuk dibesarkan. Bantuan ini ternyata mendapat sambutan dari para orangtua yang tidak tega melihat anaknya mati sia-sia. Karena tak mampu menentang adat yang berlaku dalam sukunya, para orangtua tersebut lebih memilih untuk membiarkan anaknya dibesarkan diluar suku asalkan bisa tetap hidup.
"Dulu saya menuruti kemauan kepala suku karena tidak punya pilihan. Namun sekarang, setiap kali melihat wanita melahirkan dan memberikan susu untuk bayinya, saya sangat menyesal. Saya merasa kesepian. Tidak ada anak yang ada di sisi saya," lanjut Buko. Setiap tahunnya diperkirakan setidaknya 300 bayi harus mati sia-sia karena dianggap Mingi. Kini, Buko dan banyak lagi penduduk suku di Ethiopia mulai menganggap tradisi ini sesuatu yang sangat kejam dan harus ditinggalkan.
Lantas mengapa seorang bayi bisa dianggap Mingi di Ethiopia? Ada beberapa kriteria yang menyebabkan seorang bayi dianggap Mingi, antara lain bayi yang lahir tanpa izin ketua adat, bayi kembar, bayi dengan cacat fisik, bayi yang gigi pertamanya tumbuh di rahang atas (berlaku juga untuk anak-anak yang gigi susunya lepas), serta anak yang lahir dari ayah yang tidak berhasil melakukan tradisi lompat kerbau sebelum menikah.
Jika ketua adat telah mengatakan seorang bayi sebagai Mingi, maka bayi itu harus segera dibunuh. Bayi-bayi ini dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Selain dilemparkan ke sungai yang penuh buaya, cara lain yang banyak dipraktekkan adalah dengan meninggalkan bayi tersebut di rawa-rawa dan membiarkannya hingga mati karena kelaparan atau disantap oleh hewan buas.
Kini pemerintah Ethiopia menyatakan sudah melarang praktek kejam ini. Meski demikian, masih banyak suku-suku di Ethiopia yang tetap membunuh bayi-bayi yang dianggap Mingi. Untuk membantu menekan jumlah korban, lembaga-lembaga sosial dan panti asuhan di Ethiopia bahkan bersedia menampung bayi-bayi yang dianggap Mingi untuk dibesarkan. Bantuan ini ternyata mendapat sambutan dari para orangtua yang tidak tega melihat anaknya mati sia-sia. Karena tak mampu menentang adat yang berlaku dalam sukunya, para orangtua tersebut lebih memilih untuk membiarkan anaknya dibesarkan diluar suku asalkan bisa tetap hidup.
Terima kasih sudah mengunjungi blog Djemzware, Take around and see another Post.
Please share my Little blog to your friends at facebook, twitter, or google + if you think usefull to your other friend.
Copy Paste tanpa izin Pemilik Blog Membunuhmu :p
ngeri banget yaa sampe 15 bayi, kasian bayi bayi nya,,,,
ReplyDeleteiyaa mas..
Deletesayang sekali.